KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kepada tuhan Yang
Maha Esa atas terselesaikannya makalah pengganti UAS program studi Manajemen di
Universitas Pembangunan Jaya semester VI ini. Makalah ini dibuat sebagai
pengganti Ujian Akhir Semester (UAS) matakuliah Perpajakan dan mahasiswa,
akademis, praktisi maupun masyarakat umum yang ingin mengetahui dan memahami
tentang pajak hiburan,
khususnya pajak hiburan
di daerah Jawa Timur..
Berkat rahmat
dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan laporan makalah dengan materi
yang diamati yaitu “POTENSI PENDAPATAN PAJAK HIBURAN DAN
KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN PAJAK DAERAH JAWA TIMUR” dengan
tepat waktu.
Dalam makalah ini penulis sadar masih banyaknya
kekurangan dan kesalahan pada proses pengetikan. Tetapi tak lupa penulis
mengucapkan Terimakasih kepada orang-orang yang telah membantu dan membimbing
saya dalam proses pengetikan makalah ini yaitu :
1. Ibu
Agustine Dwianika SE., M.Ak selaku dosen matakuliah Perpajakan yang sangat baik
dan sabar dalam memberikan bimbingan kepada saya dan teman-teman saya.
2. Budi Prasetyo dan Euis Widaningsih
selaku orang tua yang telah memberikan motivasi dan perlengkapan untuk
menyelesaikan proses penulisan.
3. Faisal Aruna selaku kakak senior yang telah
membantu memberikan arahan dan contoh yang nyata dalam penulisan.
4. Teman-teman
terdekat saya di kampus yang telah membantu dalam proses penulisan makalah ini.
Oleh karena itu, saya sangat terbuka terhadap kritik
dan saran bagi tercapainya kesempurnaan makalah ini.Terima kasih.
Jakarta, 7
Mei 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
.................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 4-7
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................... 4-7
1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................... 6
1.3 TUJUAN PENELITIAN ...................................................................... 6
1.4 MANFAAT PENELITIAN .............................................................. 6-7
BAB II LANDASAN TEORI................................................................ 8-17
2.1 LANDASAN
TEORI…………………………………………………...8
2.1.1.1 PAJAK....................................……………………………………...8
2.1.1.2 FUNGSI
PAJAK..............................................................................9
2.1.1.3 PEMUNGUTAN PAJAK
..........................................................9-10
2.1.1.4 TARIF DAN DASAR PERHITUNGAN PAJAK
HIBURAN....10
2.1.1.5 PAJAK
DAERAH.....................................................................10-13
2.1.1.6 PENDAPATAN ASLI DAERAH.................................................13
2.1.1.7 PAJAK
HIBURAN...................................................................13-14
2.1.1.8 OBJEK PAJAK
HIBURAN.........................................................14
2.1.1.9 POTENSI..................................................................................14-15
2.1.1.10
KONTRIBUSI.............................................................................15
2.1.1.11
EFEKTIVITAS......................................................................15-16
2.2 PENELITIAN
TERDAHULU......................................................16-17
BAB III METODE
PEMBUATAN ………………………………....18-26
3.1 METODE PEMBUATAN ……………………………………..........18
3.2 TEKNIK ANALISIS
DATA ………………………………….…18-19
3.3 POTENSI PAJAK
HIBURAN ……………………....................19-20
3.4 ANALISIS
EFEKTIVITAS PAJAK HIBURAN…………….........20
3.5 ANALISIS KONSTRIBUSI PAJAK HIBURAN TERHADAP
PENDAPATAN PAJAK DAERAH..................................................22-24
3.6 PEMBAHASAN
...........................................................................24-26
BAB IV KESIMPULAN DAN
SARAN …………………………....27-28
4.1 KESIMPULAN ……………………………………………………...27
4.2 SARAN
..............................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..29-30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Saat ini pajak
bukan lagi merupakan suatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Sebagian
kalangan telah menempatkan pajak secara proporsional dalam kehidupannya, bahwa
pajak sebagai salah satu kewajiban dalam bernegara, yaitu merupakan sarana
untuk berpartisipasi dalam membantu pelaksanaan tugas kenegaraan yang ditangani
oleh pemerintah. Pajak di Indonesia telah dipergunakan oleh Negara sebagai
sumber penerimaan terbesar setelah migas dalam menutupi belanja Negara setiap
tahunnya, oleh karena itu pendapatan dari sektor pajak tiap tahun selalu
diupayakan mengalami peningkatan.
Indonesia
memiliki kebijakan yang mengatur mengenai kewajiban yang diberikan kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan atau yang dinamakan Otonomi Daerah.
Daerah Otonom,
mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan kepentingan
masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan
pertanggung jawaban kepada masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah
diperlukan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah.Pembangunan nasional diawali dengan pembangunan pondasi
ekonomi sehingga menciptakan pertumbuhan ekonomi, untuk itu pemerintah harus
berusaha meningkatkan Pendapatan Daerah guna menunjang keberhasilan
pembangunan. Keberhasilan pembangunan dapat dicapai dengan adanya penerimaan
dalam negeri baik migas maupun non migas. Sehinggah penerimaan paling sentral
adalah Pajak (Soraya,2015).
Tujuan Otonomi Daerah tercantum dalam Undang –
undang Nomor 22 Tahun 1999. Kebijakan Otonomi Daerah dalam penerapannya di
masyarakat masih muncul berbagai macam masalah terkait dengan diberlakukannya
peraturan tentang otonomi daerah.
Pemerintah
daerah memiliki sumber pendapatan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD), pinjaman daerah, dan penerimaan daerah lain yang sah. Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sendiri meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan
dari lain-lain PAD yang sah, antara lain penjualan asset daerah dan jasa giro.
Pajak daerah di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000 terbagi
atas 2 jenis yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian ini
dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing pajak
daerah pada wilayah administrasi provinsi atau pada wilayah kabupaten/kota yang
bersangkutan.
Pendapatan
asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah. Tingkat Kemandirian Keuangan suatu daerah dapat
dilihat dari kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap penerimaan daerah
dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Semakin tinggi proporsi
pendapatan asli daerah (PAD) terhadap penerimaan daerah dalam anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD), semakin baik tingkat kemandirian
keuangannya dan semakin besar kemampuan keuangan suatu daerah untuk membiayai
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan. (Wurangian, 2013)
Banyak
hiburan-hiburan yang terdapat di kota seperti tontonan film (bioskop),
pagelaran kesenian/musik/tari/busana, kontes kecantikan/binaraga, pameran,
diskotik/karaoke/klab malam, sirkus/akrobat/sulap, bilyar/golf/bolling, pacuan
kuda/kendaraan bermotor/permainan ketangkasan, panti pijat/refleksi/spa/fitnes,
dan pertandingan olahraga. Kontribusi pajak hiburan terhadap pendapatan asli
daerah setiap tahunnya mengalami kenaikan yang tidak signifikan akan tetapi
selalu konsisten dan ada pula pajak hiburan ini, kecil kontribusinya terhadap
pendapatan asli daerah. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bantuan
pemerintah pusat, pemerintah daerah kota tersebut harus berusaha menggali
potensi-potensi pajak yang ada di daerah sendiri. Hiburan merupakan salah satu
sektor yang potensial bagi pemerintah daerah kota tersebut untuk dimanfaatkan
dalam rangka membantu pembangunan ekonomi di kota tersebut.
Maka dari itu
melihat kontribusi dan potensi dari pajak hiburan sebagai salah satu pajak
daerah perlu dilakukannya kajian mengenai seberapa besar pengaruh dari
penerimaan pajak hiburan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
dituangkan dalam makalah “POTENSI
PENDAPATAN PAJAK HIBURAN DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN PAJAK DAERAH JAWA TIMUR”.
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian di atas, maka rumusan masalah tersebut adalah :
1.
Bagaimana
tingkat efektifitas penerimaan pajak hiburan terhadap pajak daerah dalam upaya
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)?
2.
Bagaimana
kontribusi pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah?
3.
Bagaimana
kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah?
1.3. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui
tingkat efektifitas penerimaan pajak hiburan terhadap pajak daerah dalam upaya
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2.
Mengetahui
kontribusi pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah.
3.
Mengetahui
kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah.
1.4. Manfaat
Penelitian
Adapun
manfaat yang diperoleh dalam penulisan ini:
1.
Bagi
Pemerintah Daerah
Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk keputusan khususnya
mengenai pendapatan asli daerah yang diperoleh dari pajak hiburan.
2.
Bagi
Pembaca
Penelitian
ini dapat sebagai bahan informasi dan dapat dijadikan referensi bagi penelitian–penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan analisis pajak hiburan terhadap pendapatan
asli daerah.
3.
Bagi
Penulis
Penelitian
ini dapat menambah wawasan mengenai pajak daerah khususnya pajak hiburan
sebagai sarana untuk menambahkan ilmu yang diperoleh saat kuliah.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Landasan
Teori
2.1.1.1.
Pajak
Pajak adalah Iuran rakyat kepada
kas negara. Iuran rakyat berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) yang
langsung dapat ditujukan dana yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum
Mardiasmo (2013: 1). Pajak dapat diartikan sebagai suatu iuran yang dilakukan
oleh rakyat dan sifatnya.
Waluyo (2011:2) Pajak
adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang
menyelenggarakan pemerintah. Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang
sangat penting dalam menopang pembiayaan pembangunan yang bersumber dari
Negara. Besar kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran Negara dalam
membiayai pengeluaran Negara baik untuk membiayai pembangunan maupun untuk
pembiayaan anggaran rutin. (Yan yan 2013:2). Dapat disimpulkan bahwa Pajak
adalah iuran wajib kepada Negara yang dapat dipaksakan tanpa adanya timbal
balik. Besar kecilnya pajak akan mentukan kapasitas anggaran Negara dalam
membiayai pengeluaran Negara.
Menurut Soemitro (2014:
1), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kontrapretasi), yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.” Menurut Dahlan (2015: 1), “Pajak adalah kontribusi
wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran
rakyat.” Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah
iuran wajib atau pungutan yang dibayar oleh wajib pajak kepada pemerintah
berdasarkan undang-undang dan hasilnya akan digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum pemerintah dengan tanpa balas jasa yang ditunjukkan secara
langsung.
2.1.1.2.
Fungsi
Pajak
Menurut
Sumarsan (2013: 5), pajak memiliki beberapa fungsi,yaitu :
1.
Fungsi
Anggaran (budgetair) Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi
kas negara, yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaranpengeluaran
pemerintah, untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan
pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini diperoleh dari penerimaan
pajak.
2.
Fungsi
mengatur (regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur
pendapatan di tengah masyarakat dan struktur kekayaan antara para pelaku
ekonomi. Fungsi mengatur ini sering menjad tujuan pokok dari sistem pajak,
paling tidak dalam sistem perpajakan yang benar tidak terjadi pertentangan
dengan kebijaksanaan negara dalam bidang ekonomi dan sosial.
2.1.1.3.
Pemungutan
Pajak
Sistem
pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2009:6) ada 3 jenis yaitu:
a)
Self Assessment System
Suatu
sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggungjawab
kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang harus dibayar. Ciri-cirinya:
-
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang reutang oleh wajib pajak ada pada
fiskus;
-
Wajib pajak bersifat pasif karena bukan dirinya sendiri yang menentukan
besarnya pajak terutang;
-
Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak (SKP) oleh
fiskus.
b)
Official Assessment System
Suatu
sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada Pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya:
-
Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada wajib pajak itu
sendiri;
-
Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaaporkan sendiri
pajak terutangnya. Fiskus tidak ikut campur, hanya mengawasi saja.
c)
With Holding System
Suatu
sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk
memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
2.1.1.4.
Tarif
dan Dasar Perhitungan Pajak Hiburan
Berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Samarinda No. 04 tahun 2011,besarnya tarif pajak hiburan
antara lain:
1.
Tarif
pajak untuk pertunjukan film di bioskop adalah 10%
2.
Pertunjukan
kesenian dan kontes kecantikan 10%
3.
Pertunjukkan
pergelaran musik dan tarian, dan busana 10%
4.
Sirkus,
akrobat, sulap,pasar malam,komedi putardikenakan pajak 10%
5.
Penyelenggara
tempat-tempat wisata, taman rekreasi, seluncur, kolam pemancingan, 10%
6.
Pusat
kebugaran (fitness center), mandi uap dan sejenisnya 15%
7.
Permainan
billyard, golf, dan bowling 15%
8.
Permainan
ketangkasan dan lain-lain yang sejenis 15%
9.
Penyelenggaraan
pertandingan olah raga dan sejenisnya 15%
10. Show artis atau hiburan lain yang
sejenisnya 15% 11. Diskotik, karaoke, klub malam, pub, dan sejenisnya 30%
2.1.1.5.
Pajak Daerah
Pajak daerah
adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundangundangan yang berlaku, yang digunakan untuk penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pemerintah daerah memiliki wewenang
dalam menetapkan pajak daerah dan siapa saja yang menjadi wajib pajaknya sesuai
dengan Undang-undang perpajakan yang berlaku. Jenis tarif dan sistem pemungutan
pajak daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah harus lebih bersahabat
dengan pelaku dunia usaha sehingga dalam pelaksanaannya dapat lebih efisien,
murah, dan transparan.
Pajak Daerah
yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga daerah. Menurut Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang pajak
daerah pasal 1 mengatakan bahwa pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak,
adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang beerlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Pajak daerah
tersebut diatur dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 130 Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5049). Jenis pajak kabupaten atau kota berdasarkan Undang-Undang No. 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah, yaitu: (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran,
(3) Pajak Hiburan, (4) Pajak Reklame, (5) Pajak Penerangan Jalan, , (6) Pajak
Parkir, (7) Pajak Air Tanah, (8) Pajak Sarang Burung Walet. Pengertian dari
jenis pajak daerah diatas akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Pajak Hotel Berdasarkan undang-undang
nomor 28 tahun 2009 pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan
oleh hotel. Dimana pada hal ini pajak hotel yang menjadi subjek pajak adalah
orang pribadi yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel dan konsumen serta
wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau badan usaha yang melakukan usaha
dalam bidang penginapan.
b. Pajak Restoran Berdasarkan
undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak restoran adalah pajak atas pelayanan
yang disediakan oleh restoran. Dimana dalam hal ini yang menjadi subjek pajak
adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan minuman dari restoran
serta wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau badana yang melakukan usaha
dalam bidang restoran.
c. Pajak Hiburan Berdasarkan
undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak hiburan adalah adalah pajak atas
penyelenggaraan hiburan. Dimana dalam hal ini yang menjadi subjek pajak adalah
orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan serta wajib pajak hiburan
adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
d. Pajak Reklame Berdasarkan
undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak reklame adalah pajak atas
penyelenggaraan reklame. Dimana dalam hal ini yang menjadi subjek pajak adalah
orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame serta wajib pajak reklame
adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame daerah adalah
pajak reklame dan pajak hiburan. Reklame merupakan suatu sarana yang digunakan
sebagai media promosi dan pemasaran yang pada saat ini sangat dibutuhkan untuk
menunjang kemajuan dunia bisnis dan perdagangan, adanya hiburan seperti
pertunjukan film, bioskop, diskotik, karaoke, klab malam, bilyard, bowling dan
rekreasi air.
e. Pajak Penerangan Jalan Berdasarkan
undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak penerangan jalan adalah pajak atas
penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun 8 diperoleh dari
sumber lain. Dimana dalam hal ini yang menjadi subjek pajak adalah orang
pribadi atau badan yang dapat menggunakan tenaga listrik serta wajib pajak
penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga
listrik.
f. Pajak Parkir Berdasarkan undang-undang
nomor 28 tahun 2009 pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat
parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan
bermotor. Dimana dalam hal ini yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi
atau badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor serta wajib pajk parkir
adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan parkir.
g. Pajak Air Tanah Berdasarkan
undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak air tanah adalah pajak atas
penyelenggaran air tanah dimana setiap pengambikan dan atau pemanfaat air tanah
akan dikenakan pajak air tanah. Dimana dalam hal ini yang menjadi subjek pajak
adalah orang pribadi yang melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah
serta wajib pajak air tanah adalah adalah orang pribadi yang melakukan pengambilan
dan atau pemanfaatan air tanah.
h. Pajak Sarang Burung Walet Berdasarkan
undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak sarang burung walet adalah pajak atas
penyelenggaran sarang burung walet dan dalam setiap kegiatan pengambilan dan
atau pengusahaan sarang burung walet oleh orang pribadi atau badan yang
dikenakan atas dengan nama pajak sarang burung walet.
2.1.1.6.
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan
asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang dapat dijadikan
sebagai salah satu tolok ukur bagi kinerja perekonomian suatu daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundangundangan, meliputi: (1) Pajak daerah, (2)
Retribusi daerah, (3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, (4)
Lain-lain PAD yang sah.
Pengertian Pendapatan
Asli Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan
daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan. Sumber keuangan
daerah tersebut terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah. Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan
pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat
dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan pemerintahan dan pembangunan
daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam
mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi).
2.1.1.7.
Pajak Hiburan
Sesuai dengan
Undang-undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2009 yang mengatur tentang pajak
daerah dan retribusi daerah. Peraturan yang mengatur tentang pajak hiburan
terdapat pada Pasal 1 angka 24 dan 25 yang menjelaskan bahwa pajak hiburan
adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Menurut Siahaan (2013: 359) “pajak
hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Hal ini
berarti penyelenggaraan hiburan yang tidak memungut biaya pada orang yang
menikmatinya tidak dikenakan pajak hiburan. Berdasarkan Peraturan Daerah No. 16
Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau
badan yang menikmati hiburan, sedangkan objek pajak hiburan adalah jasa
penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Dasar pengenaan pajak hiburan
adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh
penyelenggara hiburan.
2.1.1.8.
Objek
Pajak Hiburan
Berdasarkan Undang-Undang No 28 Tahun
2009 “objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut
bayaran,” yang termasuk objek pajak hiburan menurut Undang-Undang No 28 Tahun
2009 (Bagian 9 Pasal 42) tentang pajak daerah dan retribusi daerah meliputi :
a)
Tontonan
film;
b)
Pegelaran
musik, kesenian, tari, dan/atau busana;
c)
Kontes
kecantikan, binaraga, dan sebagainya;
d)
Pameran;
e)
Diskotik,
karaoke, klub malam, dan sejenisnya
f)
Sirkus,
akrobat,dan sulap;
g)
Permainan
bilyar, golf, bolling
h)
Pacuan
kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;
i)
Panti
pijat, refelksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (Fitness Center)
j)
Pertandingan
olahraga
2.1.1.9.
Potensi
Potensi
merupakan daya, kekuatan, atau kemampuan yang pantas diterima dalam keadaan
seratus persen (Prakosa, 2005:42). Potensi bisa disebut sebagai kekuatan,
energi, atau kemampuan yang terpendam yang dimiliki dan belum dimanfaatkan
secara optimal (Endra, 2004: 6). Potensi pajak hiburan dapat diartikan sebagai
kemampuan yang dimiliki yang seharusnya dapat dioptimalkan dengan maksimal
sehingga diperoleh hasil seratus persen dari hasil pemungutan pajak hiburan
tersebut.
Rizaldy (2015)
menyebutkan bahwa potensi adalah sesuatu yang sebenarnya sudah ada, hanya saja
belum didapat atau diperoleh di tangan. Berikut ini merupakan cara perhitungan
potensi pajak hiburan yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Yuwono, 2012):
Potensi
Pajak Hiburan = (JTH x TH x JH x TK) x TPH
Keterangan:
JTH
: Jumlah Tempat Hiburan
TH
: Tarif Hiburan
JH
: Jumlah Hari
TK
: Tingkat Konsumsi
TPH
: Tarif Pajak Hiburan
2.1.1.10.
Konstribusi
Kontribusi
dapat diartikan sebagai sumbangan yang diberikan oleh pajak hiburan terhadap
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Mahmudi (2012: 145) kontribusi
adalah : Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pajak daerah
memberikan sumbangan dalam penerimaan pendapatan asli daerah. Dalam mengetahui
kontribusi dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sehingga kontribusi yang dimaksud dapat
diartikan sebagai sumbangan yang diberikan oleh pendapatan pajak hiburan
terhadap besarnya pendapatan asli 12 daerah. Jika potensi penerimaan pajak
hiburan semakin besar dan pemerintah daerah dapat mengoptimalkan sumber
penerimaannya dengan meningkatkan target dan realisasi pajak hiburan yang
berlandaskan potensi sesungguhnya, hal ini dapat meningkatkan total hasil dana
perimbangan. Sehingga akan mengurangi ketergantungan pemerintah daerah kepada
pemerintah pusat. untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar kontribusi
pajak hiburan tersebut.
Perhitungan
kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah menurut
Abdul Halim (2004:163) digunakan rumus sebagai berikut:
Kontribusi =
x 100%
Kontribusi =
x 100%
2.1.1.11.
Efektifitas
Efektivitas
merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa jauh program atau kegiatan mencapai
hasil dan manfaat yang diharapkan. Efektifitas merupakan hubungan antara
realisasi penerimaan pajak hiburan terhadap target penerimaan pajak hiburan
yang memungkinkan apakah besarnya pajak yang diterima sesuai dengan target yang
ada. Menurut Noerdiawan (2014: 161) “efektivitas menunjukkan kesuksesan atau
kegagalan dalam pencapaian tujuan sebuah kegiatan/kebijakan di mana ukuran
efektivitas merupakan refleksi output.” Menurut Mahmudi (2016: 141) untuk
mengetahui tingkat efektivitas pajak hiburan dirumuskan rasio efektivitas yaitu
sebagai berikut :
𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ
Analisis
efektifitas digunakan untuk menghitung nilai efektifitas dari pajak hiburan di
Tulungagung. Nilai efektifitas yang diperoleh dari perhitungan rumus tersebut
dapat ditentukan tingkat efektifitasnya. Perhitungan rumus tersebut efektivitas
akan menghasilkan nilai yang menunjukkan nilai dari efektifitas suatu hal yang
dihitung dalam bentuk satuan persen (%). Nilai dalam bentuk persen tersebut
kemudian dapat dicocokkan dengan tabel kriteria yang kemudian dapat ditentukan
tingkat efektifitasnya. Nurlan mengkalsifikasian indikator tingkat efektifitas
berdasarkan nilai perhitungan efektifitas tersebut (2006:49). Berikut ini
merupakan tabel indikator untuk mengetahui seberapa tingkat efektifitas Pajak
Hiburan yang disusun oleh Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM :
Nilai Perhitungan
Efektifitas
|
Kriteria Efektifitas
|
Lebih dari 100%
|
Sangat Efektif
|
91%-100%
|
Efektif
|
81%-90%
|
Cukup Efektif
|
61%-80%
|
Kurang Efektif
|
Kurang dari 60%
|
Tidak Efektif
|
Sumber : Tim
Litbang Depdagri Fisipol UGM 1991
2.2. Penelitian
Terdahulu
Yuwono (2012) dengan penelitian mengenai Analisis
Potensi dan Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
(Studi Kasus Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang). Adapun tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui potensi penerimaan pajak hiburan terhadap pendapatan
asli daerah Kota Malang dan untuk mengetahui kontribusi penerimaan pajak
hiburan terhadap pendapatan asli daerah Kota Malang. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kuantitatif. Terdapat persamaan dengan penelitian ini yaitu
sama-sama menganalisis besar potensi pajak daerah. Perbedaannya yaitu peneliti
sebelumnya menganalisis juga dengan kontribusi pajak hiburan terhadap PAD,
namun penelitian ini hanya menganalisis potensi pajaknya.
Waney (2015) dengan penelitian mengenai Evaluasi
Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Manado. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pajak hiburan terhadap
pendapatan asli daerah kota Manado. Adapun metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif. Terdapat persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama
menganalisis pengaruh pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah. Sedangkan
perbedaannya adalah peneliti sebelumnya hanya mengevaluasi penerimaan pajak
hiburan, tetapi peneliti menganalisis potensi dari pajak hiburan.
BAB III
METODE PEMBUATAN
3.1. METODE
PEMBUATAN
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode kualitatif. Metode kualitatif
adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivesme,
digunakan untuk menelitih pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti
adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara
purposive, teknik pengumpulan data dengan gabungan, analisis data bersifat
induktif atau kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan makna
dari pada generalisasi (Sugiyono, 2011:15). Dimana metode ini digunakan dalam
menghitung kontribusi pada pajak hiburan yang terdapat daerah. Selain itu
metode kontribusi dalam pajak hiburan ini digunakan untuk melihat tren kenaikan
dalam pendapatan asli daerah (PAD).
Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang
didapatkan oleh penulis melalui observasi dan wawancara di Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan (DPPK) daerah dengan staf pajak. Menurut Sugiyono (2015:
224) terdapat 3 (tiga) cara yang digunakan dalam mengumpulkan data, yaitu:
1.
Metode
Interview (Wawancara)
Metode
wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti,
dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
2.
Metode
Kuisioner
Metode
kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya.
3.
Metode
Observasi
Metode
Observasi digunakan bila peneliti berkenaan dengan perilaku manusia, proses
kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
3.2. Teknik
Analisis Data
Menurut
Sugiyono (2015: 426) terdapat 2 (dua) cara yang digunakan untuk menganalisis
data, yaitu:
a)
Analisis
Kualitatif Merupakan analisa yang datanya yang diperoleh dari berbagai sumber,
dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam - macam
(triangaanulasi), dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh.
b)
Analisis
Kuantitatif Adalah analisis data yang digunakan sudah jelas, yaitu diarahkan
untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan
dalam penelitian.
3.3. Potensi Pajak Hiburan
Banyak
masyarakat menjadikan tempat hiburan untuk mencari nafkah. Fakta ini ikut
mempengaruhi pendapatan daerah karena tempat-tempat usaha tersebut merupakan
obyek pajak dari pajak hiburan. Potensi pajak hiburan dapat dihitung dengan
cara menghitung omset dari tempat hiburan dalam satu tahun dikalikan dengan
tarif pajak hiburan yang berlaku. Hasil perhitungan potensi tersebut kemudian
dapat disimpulkan seberapa besar potensi yang dimiliki khususnya potensi dari
pendapatan pajak hiburan di daerah.
Perhitungan
Potensi Pajak Hiburan tahun 2012 daerah Tulungagung
Jenis Hiburan
|
Total Omset
(Rp)
|
Tarif Pajak
|
Potensi Pajak Hiburan
(Rp)
|
Bioskop
|
847.202.400
|
10%
|
84.720.240
|
Karaoke
|
1.032.008.400
|
15%
|
154.801.260
|
Ketangkasan/ Essedentil
|
448.800.000
|
15%
|
67.320.000
|
Billiard
|
142.080.000
|
15%
|
21.312.000
|
Pertandingan Olahraga
|
183.960.000
|
10%
|
18.396.000
|
Jumlah Potensi Pajak Hiburan Tahun 2012
|
346.549.500
|
Gb.1 Perhitungan Potensi Pajak Hiburan tahun 2012
Jenis Hiburan
|
Total Omset
(Rp)
|
Tarif Pajak
|
Potensi Pajak Hiburan
(Rp)
|
Bioskop
|
1.029.530.315
|
10%
|
102.953.031
|
Karaoke
|
1.292.383.240
|
15%
|
193.857.486
|
Ketangkasan/ Essedentil
|
708.258.045
|
15%
|
106.238.706
|
Billiard
|
301.289.250
|
15%
|
45.193.287
|
Pertandingan Olahraga
|
263.116.090
|
10%
|
26.311.609
|
Jumlah Potensi Pajak Hiburan Tahun 2013
|
346.549.500
|
Gb.2 Perhitungan Potensi Pajak Hiburan tahun 2013
Jenis Hiburan
|
Total Omset
(Rp)
|
Tarif Pajak
|
Potensi Pajak Hiburan
(Rp)
|
Bioskop
|
1.106.227.400
|
10%
|
110.622.740
|
Karaoke
|
1.427.188.690
|
15%
|
214.078.303
|
Ketangkasan/ Essedentil
|
759.208.395
|
15%
|
113.881.259
|
Billiard
|
390.565.330
|
15%
|
58.584.799
|
Pertandingan Olahraga
|
296.391.315
|
10%
|
29.629.132
|
Jumlah Potensi Pajak Hiburan Tahun 2014
|
346.549.500
|
Gb.3
Perhitungan Potensi Pajak Hiburan tahun 2014
3.4. Analisis Efektivitas Pajak Hiburan
Efektifitas
merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan
apa yang telah direncanakan. Semakin tinggi persentase dari suatu hal maka
semakin baik tingkat efektifitasnya. Efektifitas mengenai perpajakan termasuk
pajak hiburan dapat diukur dengan rumus dan perhitungan sebagai berikut:
Perhitungan Pajak Hiburan daerah
Tulungagung
Efektivitas
=
x
100%
(Sumber :
Halim, 2004:168)
Tingkat
efektivitas pajak hiburan tahun 2012 adalah :
Efektivitas
=
x
100% = 124,07 %
Tingkat
efektivitas pajak hiburan tahun 2013 adalah :
Efektivitas
=
x
100% = 121,35 %
Tingkat
efektivitas pajak hiburan tahun 2014 adalah :
Efektivitas
=
x
100% = 140 %
Tingkat
efektivitas yang selalu berada diatas 100% ini menunjukkan bahwa pemungutan
pajak hiburan di daerah dilakukan dengan baik sehingga selalu mampu melalui
dari target yang telah ditetapkan.
Perhitungan Pajak Hiburan daerah
Malang
Efektifitas
PAD dihitung dengan membandingkan antara realisasi PAD dengan target yang
dicanangkan. Tingkat efektivitas yang dicapai semakin mendekati persentase
100%, maka tingkat efektifitas semakin tinggi. Hal ini didasarkan pada
Peraturan Menteri Dalam Negri No. 690.900-327 tahun 1996, yang mengkategorikan
tingkat efrektifitas kinerja keuangan dapat diukur dengan penilaian tersebut.
Hasil efektifitas PAD Kota Malang selama 4 tahun terakhir dapat dilihat dalam
tabel 17 berikut:
Efektifitas
Pendapatan Asli Daerah Kota Malang tahun 2011-2014
Tahun
|
Target PAD (Rp)
|
Realisasi PAD (Rp)
|
Persentase
|
Keterangan
|
||
2011
|
162.332.588.459,55
|
185.820.893.982,76
|
114.47%
|
Sangat Efektif
|
||
2012
|
200.671.267.208,87
|
230.290.495.954,67
|
114.76%
|
Sangat Efektif
|
||
2013
|
298.417.399.028,87
|
297.166.300.917,69
|
99.58%
|
Efektif
|
||
2014
|
346.245.803.914,39
|
342.945.990.112,37
|
99.05%
|
Efektif
|
||
Rata-rata
|
106.96%
|
Sangat Efektif
|
||||
Sumber:
DISPENDA dan BPKAD Kota Malang (2014)
Perhitungan
efektifitas Pendapatan Asli Daerah di Kota Malang tahun 2011-2014 sebagai
berikut:
Efektifitas = Realisasi
PAD x 100%
Target PAD
Secara keseluruhan
berdasarkan tabel dan penjelasan yang dijabarkan diatas dapat disimpulkan bahwa
rata-rata tingkat pencapaian efektifitas PAD di Kota Malang selama 4 (empat)
tahun yaitu tahun 2011 hingga tahun 2014 adalah sebesar 106.96% .
Tingkat
efektifitas pajak hiburan dihitung dengan membandingkan antara target awal dan
yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang dengan realisasi
yang didapat setiap tahunnya. Semakin tingkat efektifitas pajak hiburan yang
dicapai menghasilkan presentase mendekati atau melebihi 100%, maka tingkat
efektifitas semakin baik. Hal ini didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negri
No. 690.900-327 tahun 1996, yang mengkategorikan tingkat efrektifitas kinerja
keuangan dapat diukur dengan penilaian tersebut. Tingkat efektifitas pajak
hiburan di Kota Malang mulai tahun 2011-2014 dihitung berdasarkan perhitungan
sebagai berikut:
Efektifitas = Realisasi
Pajak Hiburan x 100%
Target Pajak
Hiburan
Hasil
perhitungannya bisa dilihat dalam tabel berikut ini :
Efektifitas
Pajak Hiburan di Kota Malang tahun 2011-2014
Tahun
|
Target Pajak Hiburan
(Rp)
|
Realisasi Pajak Hiburan
(Rp)
|
Persentase
|
Keterangan
|
||
2011
|
1.897.988.600,00
|
2.343.425.910,80
|
123.47%
|
Sangat Efektif
|
||
2012
|
1.972.989.350,00
|
3.134.172.824,60
|
158.85%
|
Sangat Efektif
|
||
2013
|
3.451.736.261,10
|
2.722.085.100,00
|
78.86%
|
Kurang Efektif
|
||
2014
|
4.542.595.922,35
|
4.959.582.141,73
|
109,18%
|
Sangat Efektif
|
||
Rata-rata
|
117.59%
|
Sangat Efektif
|
||||
Sumber:
DISPENDA Kota Malang (data diolah),2014
Secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tingkat pencapaian efektifitas pajak
hiburan di Kota Malang selama 4 (empat) tahun yaitu tahun 2011 hingga tahun
2014 adalah sebesar 117.59%. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah Kota
Malang mampu melaksanakan pemungutan pajak hiburan dengan sangat efektif.
3.5. Analisis Kontribusi Pajak Hiburan
Terhadap Pendapatan Pajak Daerah
Perhitungan
Pajak Hiburan daerah Tulungagung
Kontribusi dapat diartikan sebgai suatu sumbangan yang
diberikan suatu pihak dan diberikan keapada pihak lainya untuk dimanfaatkan. Kontribusi
dari pajak hiburan merupakan hasil dari pemungutan pajak hiburan yang kemudian
akan dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah dari sektor
pajak.
Tahun
|
Realisasi Pajak Hiburan
(Rp)
|
Realisasi Pendapatan
Pajak Daerah
(Rp)
|
Kategori
|
2012
|
335.000.000
|
22.083.000.000
|
Sangat Kurang
|
2013
|
449.000.000
|
25.539.000.000
|
Sangat Kurang
|
2014
|
518.000.000
|
29.773.000.000
|
Sangat Kurang
|
Tahun 2012 kontribusi hanya mencapai 1,51% yang termasuk
ke dalam kategori sangat kurang. Pada tahun 2013 kontribusi pajak hiburan
terhadap pajak daerah mampu meningkat sebesar 0,24% menjadi 1,75%. Kontribusi
pajak hiburan terhadap pajak daerah turun lagi pada tahun 2014 menjadi 1,73%
atau turun sebesar 0,02%.
Perhitungan Pajak Hiburan daerah
Malang
Pajak hiburan
merupakan salah satu jenis pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Kota
Malang. Cara untuk menghitung tingkat kontribusi pajak hiburan terhadap
penerimaan pajak daerah yaitu dengan membandingkan antara realisasi pajak
hiburan dengan realisasi pajak daerah. Berikut tabel yang menunjukkan besarnya
kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah Kota Malang.
Kontribusi
Penerimaan Pajak Hiburan terhadap Pajak Daerah Kota Malang tahun 2011-2014
Tahun
|
Realisasi Pajak Hiburan
(Rp)
|
Pertumbuhan (Rp)
|
Persentase
Pertumbuhan
|
2011
|
2.343.425.910,80
|
-
|
-
|
2012
|
3.134.172.824,60
|
790.746.913,80
|
33,74%
|
2013
|
2.722.085.100,00
|
-412.087.724,60
|
-13,15%
|
2014
|
4.959.582.141,73
|
2.237.497.041,73
|
82,20%
|
Rata-rata
|
3.289.816.494,28
|
872.052.076,98
|
34,26%
|
Hasil
persentase kontribusi tersebut berasal dari perhitungan dibawah ini:
Kontribusi
= X x 100%
Y
Keterangan
:
X
:Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan tahun ke – n
Y
; Realisasi Penerimaan Pajak Daerah tahun ke - n
Berdasarkan
perhitungan kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap pajak daerah diatas,
maka kesimpulannya mulai tahun 2011 hingga tahun 2014 pajak hiburan memberikan
kontribusi sebesar 1.75% dari penerimaan pajak daerah. Rata-rata kontribusi
dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir menunjukkan bahwa persentasenya
tergolong pada kriteria 0-10% atau sangat kurang.
Salah
satu komponen PAD adalah pajak daerah. Diperlukan usaha-usaha untuk
meningkatkan PAD melalui salah satu komponennya yaitu pajak daerah. Satu dari
beberapa upaya yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang adalah melalui
peningkatan penerimaan pajak hiburan. Pajak hiburan merupakan salah satu
komponen pajak daerah. Berikut adalah tabel yang menunjukkan besarnya
kontribusi pajak hiburan dalam meningkatkan penerimaan PAD Kota Malang:
Kontribusi Penerimaan Pajak Hiburan terhadap Pajak Daerah
Kota Malang tahun 2011-2014
Tahun
|
Realisasi Pajak Hiburan
(Rp)
|
Realisasi PAD (Rp)
|
Kontribusi
|
2011
|
2.343.425.910,80
|
185.820.893.982,76
|
1.26%
|
2012
|
3.134.172.824,60
|
230.290.495.954,67
|
1.36%
|
2013
|
2.722.085.100,00
|
297.166.300.917,69
|
0.92%
|
2014
|
4.959.582.141,73
|
342.945.990.112,37
|
1.45%
|
Rata-rata
|
1,25%
|
Sumber: DISPENDA dan BPKAD Kota Malang
(2014)
Hasil persentase kontribusi tersebut
berasal dari perbandingan realisasi pajak hiburan dengan PAD seperti dibawah
ini:
Kontribusi = X x 100%
Z
Keterangan :
X :Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan
tahun ke – n
Z :Realisasi Penerimaan Pendapatan
Asli Daerah tahun ke – n
3.6. Pembahasan
Tulungagung
Jumlah
potensi pajak hiburan di daerah selalu mengalami kenaikan pada tahun 2012-2014.
Tahun 2013 jumlah potensi pajak hiburan naik sebesar Rp. 128.004.619 atau
sebesar 36% disbanding tahun 2012. Jumlah tersebut ternyata kembali mengalami
peningkatan pada tahun 2014 sebesar Rp.52.242.104 atau sebesar 11% dari tahun
2013. Efektivitas pajak hiburan pada tahun 2013 turun sebesar 2,72% menjadi
121,35 dibanding tahun 2012. Jumlah tersebut meningkat menjadi 140% atau
meningkat sebesar 18,65%. Pada kolom penggalian pajak di tahun 2012 penggalian
pajak hiburan mencapai 96,67% dan turun sebesar 2,06% di tahun 2013 menjadi
94,61%. Tahun 2014 penggalian potensi hampir mencapai angka 100% yaitu 98,33%.
Jumlah tersebut naik sebesar 3,72% jika dibandingkan tahun 2013.
Tingkat
kontribusi pajak hiburan terhadap pendapatan pajak daerah selalu berada dibawah
2% dan cenderung tidak stabil atau fluktuatif. Tahun 2012 kontribusi
hanya mencapai 1,51% yang termasuk ke dalam kategori sangat kurang. Pada tahun
2013 kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah mampu meningkat sebesar
0,24% menjadi 1,75%. Kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah turun lagi
pada tahun 2014 menjadi 1,73% atau turun sebesar 0,02%
. Petugas dispenda yang bertanggung
jawab dalam pemungutan dan pengawasan pajak hiburan kurang memberikan pemberitahuan
atau sosialisasi yang dilakukan terhadap para penyelenggara tempat hiburan,
sehingga para penyelenggara tempat hiburan baru yang sebenarnya sudah bisa
dikukuhkan sebagai wajib pajak justru terlambat melakukannya. Kurangnya
ketegasan yang dilakukan Dispenda dalam menerapkan sanksi terhadap
pelanggaran-pelanggaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak juga menjadi
salah satu faktor penyebab kurang maksimalnya penggalian potensi pajak hiburan
di daerah Tulungagung
Malang
Pertama,
kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap pajak daerah dalam kurun waktu 4
(empat) tahun mulai dari 2011 hingga tahun 2014 berturut-turut adalah 1,87%,
1,97%, 1,25%, dan 1,91%. Rata-rata kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap
pajak daerah Kota Malang sebesar 1,75%. Besarnya persentase kontribusi
penerimaan pajak hiburan terhadap pajak daerah Kota Malang tahun 2011 hingga
tahun 2014 tergolong pada kriteria sangat kurang. Kedua, kontribusi penerimaan
pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) mulai tahun 2011 hingga
tahun 2014 berturut-turut adalah 1,26%, 1,36%, 0,92%, dan 1,45%. Rata-rata
kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
Malang sebesar 1,25%. Besarnya persentase kontribusi penerimaan pajak hiburan
terhadap pajak daerah Kota Malang tahun 2011 hingga tahun 2014 tergolong pada
kriteria sangat kurang untuk setiap tahunnya. Hasil tersebut menggambarkan
bahwa pemerintah Kota Malang belum mengoptimalkan potensi yang dimiliki pajak
hiburan sebagai salah satu penyumbang penerimaan PAD pada tahun 2011 hingga
tahun 2014.
Tingkat
efektifitas penerimaan pajak hiburan dalam kurun waktu 4 (empat) tahun mulai
dari 2011 hingga tahun 2014 berturut-turut adalah 123,47%, 158,85%, 78,86%, dan
109,18%. Rata-rata tingkat efektifitas penerimaan pajak hiburan Kota Malang
sebesar 117.59%. Tingkat efektifitas tersebut membuktikan bahwa selama periode
tahun 2011 hingga tahun 2014 pemerintah Kota Malang telah melakukan pemungutan
pajak hiburan dengan sangat efektif. Hal ini sejalan dengan tingkat efektifitas
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2011 hingga tahun 2014
berturut-turut sebesar 114,47%, 114,76%, 99,58%, dan 99,05%. Rata-rata tingkat
efektifitas penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang sebesar
106,96%. Tingkat efektifitas tersebut membuktikan bahwa selama periode tahun
2011 hingga tahun 2014 pemerintah Kota Malang telah mampu melaksanakan kinerja
keuangan daerah pada sektor PAD dengan sangat efektif.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Tulungagung
Penelitian ini membahas mengenai
potensi pajak hiburan di daerah serta kontribusinya terhadap pendapatan pajak
daerah tahun 2012-2014. Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan
kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1.
Hasil
perhitungan potensi pajak hiburan pada tahun 2012-2014 dengan rincian pada
tahun 2012 potensi pajak hiburan sebesar Rp.346.549.500 dan sebesar
Rp.474.554.119 pada tahun 2013. Tahun 2014 potensi pajak hiburan di daerah
menunjukkan peningkatan menjadi Rp.526.796.233.
2.
Hasil
perhitungan efektivitas pajak hiburan pada tahun 2012-2014. Perhitungan
efektivitas menunjukkan bahwa tingkat efektivitas selalu menunjukkan indikator
sangat efektif. Tahun 2012 tingkat efektivitas pajak hiburan sebesar 124,07 %
dan berkurang menjadi 121,35 % pada tahun 2013. Jumlah tersebut naik menjadi
140% pada tahun 2014.
3.
Hasil
kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah selama tahun 2012-2014. Tahun
2012 kontribusinya sebesar 1,51% dan sebesar 1,75% pada tahun berikutnya yakni
tahun 2013. Tahun 2014 jumlah kontribusi pajak hiburan berkurang menjadi 1,73%.
Jumlah tersebut menunjukkan bahwa kontribusi pajak hiburan terhadap pajak
daerah selama tahun 2012-2014 selalu berada di kategori sangat rendah.
Malang
Pemerintah Kota Malang
melalui Dinas Pendapatan Daerah melakukan beberapa upaya intensifikasi pajak
dan ekstensifikasi wajib pajak, namun upaya tersebut belum maksimal. Hal ini
ditandai dengan adanya butir-butir dalam SE-06/PJ.9/2001 yang tidak dijalankan.
Butir-butir tersebut adalah kerjasama dengan pihak terkait dan penentuan
prioritas pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak.
4.2. Saran
Berdasarkan dari kesimpulan
penelitian, maka peneliti memberikan saran-saran kepada pihak-pihak yang
terkait maupun kepada peneliti selanjutnya adalah sebagai berikut:
a)
Dispenda daerah sebaiknya melakukan sosialisasi dan upaya-upaya terhadap para
pengelola atau penyelenggara tempat hiburan, khususnya kepada para
penyelenggara tempat hiburan baru agar secepatnya mengukuhkan diri sebagai
wajib pajak dari pajak hiburan dan melakukan pembayaran pajak hiburan.
b)
Dispenda daerah sebaiknya mampu memberikan sanksi tegas terhadap segala macam
bentuk pelanggaran maupun kecurangan yang dilakukan oleh wajib pajak dalam
melakukan pembayaran pajak hiburan untuk memberikan efek jera dan meminimalisir
pelanggaran-pelanggaran yang terjadi saat pembayaran pajak hiburan.
c)
Saran untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian semacam ini
disarankan untuk menambah jangka waktu dari objek penelitian. Misalnya
menambahkan tahun penelitian dari yang hanya 3 tahun dari tahun 2012-2014
menjadi 5 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiyanti, V.
(n.d.). ANALISIS PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN
ASLI DAERAH DI KOTA SURABAYA. 1-23.
Husna, A. A.,
& Fitri, E. N. (2018). Analisis Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah
Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Selatan.
Jannah, M.
(2016). PROSEDUR ADMINISTRASI PAJAK HIBURAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN
ASLI DAERAH PADA DINAS PENDAPATAN KOTA SAMARINDA. eJournal Administrasi
Bisnis, 631-641.
Pangemanan, S.,
& Watuseke, C. (2016). ANALISIS POTENSI PAJAK HIBURAN DI KOTA MANADO. Jurnal
EMBA, 524-535.
Firmansyah, A.,
Kumadji, S., & Husaini, A. (2016). ANALISIS POTENSI PENDAPATAN PAJAK
HIBURAN DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN PAJAK DAERAH. Jurnal
Perpajakan (JEJAK), 1-6.
Ofasari,
SE.,M.Si, D. (2017). ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK HIBURAN
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA KABUPATEN MUSI BANYUASIN. Jurnal
ACSY Politeknik Sekayu, 54-64.
SUPRIADI, D. R.,
DWIATMANTO, & KARJO, S. (2015). KONTRIBUSI PAJAK HIBURAN DALAM
MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA MALANG. Jurnal
Perpajakan (JEJAK), 1-9.
Mahmudi. 2016. Analisis Laporan
Keuangan Pemerintahan Daerah. UPP STIM YKPN
Rochmat, Soemitro. 2014. Asas
dan Dasar Perpajakan. Refika Aditama
Undang-undang Republik
Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi
Keuangan Daerah. Jakarta:Salemba Empat
Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah. Diunduh 16 Mei 2013
Siahaan, M. P. 2005. Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Priantara, Diaz. (2012). “
Perpajakan Indonesia”, Edisi Dua, Mitra Wacana Media, Jakarta.
Romanda, Candra. (2015).
“Kontribusi Dan Efekktifitas Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten BanyuAsin Propinsi Sumatra Selatan”, Sumatra Selatan.