Jumat, 18 Mei 2018

POTENSI PENDAPATAN PAJAK HIBURAN DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN PAJAK DAERAH JAWA TIMUR

KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kepada tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya makalah pengganti UAS program studi Manajemen di Universitas Pembangunan Jaya semester VI ini. Makalah ini dibuat sebagai pengganti Ujian Akhir Semester (UAS) matakuliah Perpajakan dan mahasiswa, akademis, praktisi maupun masyarakat umum yang ingin mengetahui dan memahami tentang pajak hiburan, khususnya pajak hiburan di daerah Jawa Timur..
Berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan laporan makalah dengan materi yang diamati yaitu POTENSI PENDAPATAN PAJAK HIBURAN DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN PAJAK DAERAH JAWA TIMUR” dengan tepat waktu.
Dalam makalah ini penulis sadar masih banyaknya kekurangan dan kesalahan pada proses pengetikan. Tetapi tak lupa penulis mengucapkan Terimakasih kepada orang-orang yang telah membantu dan membimbing saya dalam proses pengetikan makalah ini yaitu :
1.    Ibu Agustine Dwianika SE., M.Ak selaku dosen matakuliah Perpajakan yang sangat baik dan sabar dalam memberikan bimbingan kepada saya dan teman-teman saya.
2.    Budi Prasetyo dan Euis Widaningsih selaku orang tua yang telah memberikan motivasi dan perlengkapan untuk menyelesaikan proses penulisan.
3.    Faisal Aruna selaku kakak senior yang telah membantu memberikan arahan dan contoh yang nyata dalam penulisan.
4.    Teman-teman terdekat saya di kampus yang telah membantu dalam proses penulisan makalah ini.
Oleh karena itu, saya sangat terbuka terhadap kritik dan saran bagi tercapainya kesempurnaan makalah ini.Terima kasih.

Jakarta, 7 Mei 2018



Penulis



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 4-7
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................... 4-7
1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................... 6
1.3 TUJUAN PENELITIAN ...................................................................... 6
1.4 MANFAAT PENELITIAN .............................................................. 6-7
BAB II LANDASAN TEORI................................................................ 8-17
2.1 LANDASAN TEORI…………………………………………………...8
2.1.1.1 PAJAK....................................……………………………………...8
2.1.1.2 FUNGSI PAJAK..............................................................................9
2.1.1.3 PEMUNGUTAN PAJAK ..........................................................9-10
2.1.1.4 TARIF DAN DASAR PERHITUNGAN PAJAK HIBURAN....10
2.1.1.5 PAJAK DAERAH.....................................................................10-13
2.1.1.6 PENDAPATAN ASLI DAERAH.................................................13
2.1.1.7 PAJAK HIBURAN...................................................................13-14
2.1.1.8 OBJEK PAJAK HIBURAN.........................................................14
2.1.1.9 POTENSI..................................................................................14-15
2.1.1.10 KONTRIBUSI.............................................................................15
2.1.1.11 EFEKTIVITAS......................................................................15-16
2.2 PENELITIAN TERDAHULU......................................................16-17



BAB III METODE PEMBUATAN ………………………………....18-26
3.1 METODE PEMBUATAN ……………………………………..........18
3.2 TEKNIK ANALISIS DATA ………………………………….18-19
3.3 POTENSI PAJAK HIBURAN ……………………....................19-20
3.4 ANALISIS EFEKTIVITAS PAJAK HIBURAN…………….........20
3.5 ANALISIS KONSTRIBUSI PAJAK HIBURAN TERHADAP PENDAPATAN PAJAK DAERAH..................................................22-24
3.6 PEMBAHASAN ...........................................................................24-26

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN …………………………....27-28
4.1 KESIMPULAN ……………………………………………………...27
4.2 SARAN ..............................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..29-30



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Saat ini pajak bukan lagi merupakan suatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Sebagian kalangan telah menempatkan pajak secara proporsional dalam kehidupannya, bahwa pajak sebagai salah satu kewajiban dalam bernegara, yaitu merupakan sarana untuk berpartisipasi dalam membantu pelaksanaan tugas kenegaraan yang ditangani oleh pemerintah. Pajak di Indonesia telah dipergunakan oleh Negara sebagai sumber penerimaan terbesar setelah migas dalam menutupi belanja Negara setiap tahunnya, oleh karena itu pendapatan dari sektor pajak tiap tahun selalu diupayakan mengalami peningkatan.
Indonesia memiliki kebijakan yang mengatur mengenai kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau yang dinamakan Otonomi Daerah.
Daerah Otonom, mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat. Penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.Pembangunan nasional diawali dengan pembangunan pondasi ekonomi sehingga menciptakan pertumbuhan ekonomi, untuk itu pemerintah harus berusaha meningkatkan Pendapatan Daerah guna menunjang keberhasilan pembangunan. Keberhasilan pembangunan dapat dicapai dengan adanya penerimaan dalam negeri baik migas maupun non migas. Sehinggah penerimaan paling sentral adalah Pajak (Soraya,2015).
 Tujuan Otonomi Daerah tercantum dalam Undang – undang Nomor 22 Tahun 1999. Kebijakan Otonomi Daerah dalam penerapannya di masyarakat masih muncul berbagai macam masalah terkait dengan diberlakukannya peraturan tentang otonomi daerah.
Pemerintah daerah memiliki sumber pendapatan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), pinjaman daerah, dan penerimaan daerah lain yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sendiri meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dari lain-lain PAD yang sah, antara lain penjualan asset daerah dan jasa giro. Pajak daerah di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000 terbagi atas 2 jenis yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing pajak daerah pada wilayah administrasi provinsi atau pada wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah. Tingkat Kemandirian Keuangan suatu daerah dapat dilihat dari kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap penerimaan daerah dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Semakin tinggi proporsi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap penerimaan daerah dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), semakin baik tingkat kemandirian keuangannya dan semakin besar kemampuan keuangan suatu daerah untuk membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan. (Wurangian, 2013)
Banyak hiburan-hiburan yang terdapat di kota seperti tontonan film (bioskop), pagelaran kesenian/musik/tari/busana, kontes kecantikan/binaraga, pameran, diskotik/karaoke/klab malam, sirkus/akrobat/sulap, bilyar/golf/bolling, pacuan kuda/kendaraan bermotor/permainan ketangkasan, panti pijat/refleksi/spa/fitnes, dan pertandingan olahraga. Kontribusi pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah setiap tahunnya mengalami kenaikan yang tidak signifikan akan tetapi selalu konsisten dan ada pula pajak hiburan ini, kecil kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat, pemerintah daerah kota tersebut harus berusaha menggali potensi-potensi pajak yang ada di daerah sendiri. Hiburan merupakan salah satu sektor yang potensial bagi pemerintah daerah kota tersebut untuk dimanfaatkan dalam rangka membantu pembangunan ekonomi di kota tersebut.
Maka dari itu melihat kontribusi dan potensi dari pajak hiburan sebagai salah satu pajak daerah perlu dilakukannya kajian mengenai seberapa besar pengaruh dari penerimaan pajak hiburan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dituangkan dalam makalah “POTENSI PENDAPATAN PAJAK HIBURAN DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN PAJAK DAERAH JAWA TIMUR”.
1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah tersebut adalah :
1.    Bagaimana tingkat efektifitas penerimaan pajak hiburan terhadap pajak daerah dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)?
2.    Bagaimana kontribusi pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah?
3.    Bagaimana kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah?
                                                                     
1.3.  Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.    Mengetahui tingkat efektifitas penerimaan pajak hiburan terhadap pajak daerah dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2.    Mengetahui kontribusi pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah.
3.    Mengetahui kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah.
1.4.  Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dalam penulisan ini:
1.    Bagi Pemerintah Daerah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk keputusan khususnya mengenai pendapatan asli daerah yang diperoleh dari pajak hiburan.
2.    Bagi Pembaca
Penelitian ini dapat sebagai bahan informasi dan dapat dijadikan referensi bagi penelitian–penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan analisis pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah.
3.    Bagi Penulis
Penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai pajak daerah khususnya pajak hiburan sebagai sarana untuk menambahkan ilmu yang diperoleh saat kuliah.



BAB II
KAJIAN TEORI
2.1.  Landasan Teori
2.1.1.1.        Pajak
Pajak adalah Iuran rakyat kepada kas negara. Iuran rakyat berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) yang langsung dapat ditujukan dana yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum Mardiasmo (2013: 1). Pajak dapat diartikan sebagai suatu iuran yang dilakukan oleh rakyat dan sifatnya.
Waluyo (2011:2) Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah. Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang sangat penting dalam menopang pembiayaan pembangunan yang bersumber dari Negara. Besar kecilnya pajak akan menentukan kapasitas anggaran Negara dalam membiayai pengeluaran Negara baik untuk membiayai pembangunan maupun untuk pembiayaan anggaran rutin. (Yan yan 2013:2). Dapat disimpulkan bahwa Pajak adalah iuran wajib kepada Negara yang dapat dipaksakan tanpa adanya timbal balik. Besar kecilnya pajak akan mentukan kapasitas anggaran Negara dalam membiayai pengeluaran Negara.
Menurut Soemitro (2014: 1), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontrapretasi), yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Menurut Dahlan (2015: 1), “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.” Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran wajib atau pungutan yang dibayar oleh wajib pajak kepada pemerintah berdasarkan undang-undang dan hasilnya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah dengan tanpa balas jasa yang ditunjukkan secara langsung.
2.1.1.2.        Fungsi Pajak
Menurut Sumarsan (2013: 5), pajak memiliki beberapa fungsi,yaitu :
1.    Fungsi Anggaran (budgetair) Pajak berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas negara, yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaranpengeluaran pemerintah, untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini diperoleh dari penerimaan pajak.
2.    Fungsi mengatur (regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur struktur pendapatan di tengah masyarakat dan struktur kekayaan antara para pelaku ekonomi. Fungsi mengatur ini sering menjad tujuan pokok dari sistem pajak, paling tidak dalam sistem perpajakan yang benar tidak terjadi pertentangan dengan kebijaksanaan negara dalam bidang ekonomi dan sosial.
2.1.1.3.        Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2009:6) ada 3 jenis yaitu:
a) Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggungjawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Ciri-cirinya:
- Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang reutang oleh wajib pajak ada pada fiskus;
- Wajib pajak bersifat pasif karena bukan dirinya sendiri yang menentukan besarnya pajak terutang;
- Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak (SKP) oleh fiskus.
b) Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada Pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya:
- Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada wajib pajak itu sendiri;
- Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaaporkan sendiri pajak terutangnya. Fiskus tidak ikut campur, hanya mengawasi saja.
c) With Holding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
2.1.1.4.        Tarif dan Dasar Perhitungan Pajak Hiburan
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Samarinda No. 04 tahun 2011,besarnya tarif pajak hiburan antara lain:
1.    Tarif pajak untuk pertunjukan film di bioskop adalah 10%
2.    Pertunjukan kesenian dan kontes kecantikan 10%
3.    Pertunjukkan pergelaran musik dan tarian, dan busana 10%
4.    Sirkus, akrobat, sulap,pasar malam,komedi putardikenakan pajak 10%
5.    Penyelenggara tempat-tempat wisata, taman rekreasi, seluncur, kolam pemancingan, 10%
6.    Pusat kebugaran (fitness center), mandi uap dan sejenisnya 15%
7.    Permainan billyard, golf, dan bowling 15%
8.    Permainan ketangkasan dan lain-lain yang sejenis 15%
9.    Penyelenggaraan pertandingan olah raga dan sejenisnya 15%
10.  Show artis atau hiburan lain yang sejenisnya 15% 11. Diskotik, karaoke, klub malam, pub, dan sejenisnya 30%
2.1.1.5.        Pajak Daerah
Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Pemerintah daerah memiliki wewenang dalam menetapkan pajak daerah dan siapa saja yang menjadi wajib pajaknya sesuai dengan Undang-undang perpajakan yang berlaku. Jenis tarif dan sistem pemungutan pajak daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah harus lebih bersahabat dengan pelaku dunia usaha sehingga dalam pelaksanaannya dapat lebih efisien, murah, dan transparan.
Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Menurut Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 tentang pajak daerah pasal 1 mengatakan bahwa pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang beerlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Pajak daerah tersebut diatur dalam UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 130 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5049). Jenis pajak kabupaten atau kota berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah, yaitu: (1) Pajak Hotel, (2) Pajak Restoran, (3) Pajak Hiburan, (4) Pajak Reklame, (5) Pajak Penerangan Jalan, , (6) Pajak Parkir, (7) Pajak Air Tanah, (8) Pajak Sarang Burung Walet. Pengertian dari jenis pajak daerah diatas akan dijelaskan sebagai berikut:
a.    Pajak Hotel Berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Dimana pada hal ini pajak hotel yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel dan konsumen serta wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau badan usaha yang melakukan usaha dalam bidang penginapan.
b.    Pajak Restoran Berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Dimana dalam hal ini yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan minuman dari restoran serta wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau badana yang melakukan usaha dalam bidang restoran.
c.    Pajak Hiburan Berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak hiburan adalah adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Dimana dalam hal ini yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan serta wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
d.    Pajak Reklame Berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Dimana dalam hal ini yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame serta wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame daerah adalah pajak reklame dan pajak hiburan. Reklame merupakan suatu sarana yang digunakan sebagai media promosi dan pemasaran yang pada saat ini sangat dibutuhkan untuk menunjang kemajuan dunia bisnis dan perdagangan, adanya hiburan seperti pertunjukan film, bioskop, diskotik, karaoke, klab malam, bilyard, bowling dan rekreasi air.
e.    Pajak Penerangan Jalan Berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun 8 diperoleh dari sumber lain. Dimana dalam hal ini yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat menggunakan tenaga listrik serta wajib pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik.
f.     Pajak Parkir Berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Dimana dalam hal ini yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor serta wajib pajk parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan parkir.
g.    Pajak Air Tanah Berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak air tanah adalah pajak atas penyelenggaran air tanah dimana setiap pengambikan dan atau pemanfaat air tanah akan dikenakan pajak air tanah. Dimana dalam hal ini yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi yang melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah serta wajib pajak air tanah adalah adalah orang pribadi yang melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah.
h.    Pajak Sarang Burung Walet Berdasarkan undang-undang nomor 28 tahun 2009 pajak sarang burung walet adalah pajak atas penyelenggaran sarang burung walet dan dalam setiap kegiatan pengambilan dan atau pengusahaan sarang burung walet oleh orang pribadi atau badan yang dikenakan atas dengan nama pajak sarang burung walet.
2.1.1.6.        Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang dapat dijadikan sebagai salah satu tolok ukur bagi kinerja perekonomian suatu daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan, meliputi: (1) Pajak daerah, (2) Retribusi daerah, (3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, (4) Lain-lain PAD yang sah.
Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan. Sumber keuangan daerah tersebut terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi).
2.1.1.7.        Pajak Hiburan
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2009 yang mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Peraturan yang mengatur tentang pajak hiburan terdapat pada Pasal 1 angka 24 dan 25 yang menjelaskan bahwa pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Menurut Siahaan (2013: 359) “pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Hal ini berarti penyelenggaraan hiburan yang tidak memungut biaya pada orang yang menikmatinya tidak dikenakan pajak hiburan. Berdasarkan Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan, sedangkan objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan.
2.1.1.8.        Objek Pajak Hiburan
Berdasarkan Undang-Undang No 28 Tahun 2009 “objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran,” yang termasuk objek pajak hiburan menurut Undang-Undang No 28 Tahun 2009 (Bagian 9 Pasal 42) tentang pajak daerah dan retribusi daerah meliputi :
a)    Tontonan film;
b)    Pegelaran musik, kesenian, tari, dan/atau busana;
c)    Kontes kecantikan, binaraga, dan sebagainya;
d)    Pameran;
e)    Diskotik, karaoke, klub malam, dan sejenisnya
f)     Sirkus, akrobat,dan sulap;
g)    Permainan bilyar, golf, bolling
h)    Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;
i)      Panti pijat, refelksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (Fitness Center)
j)      Pertandingan olahraga
2.1.1.9.        Potensi
Potensi merupakan daya, kekuatan, atau kemampuan yang pantas diterima dalam keadaan seratus persen (Prakosa, 2005:42). Potensi bisa disebut sebagai kekuatan, energi, atau kemampuan yang terpendam yang dimiliki dan belum dimanfaatkan secara optimal (Endra, 2004: 6). Potensi pajak hiburan dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki yang seharusnya dapat dioptimalkan dengan maksimal sehingga diperoleh hasil seratus persen dari hasil pemungutan pajak hiburan tersebut.
Rizaldy (2015) menyebutkan bahwa potensi adalah sesuatu yang sebenarnya sudah ada, hanya saja belum didapat atau diperoleh di tangan. Berikut ini merupakan cara perhitungan potensi pajak hiburan yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Yuwono, 2012):
Potensi Pajak Hiburan = (JTH x TH x JH x TK) x TPH
Keterangan:
JTH : Jumlah Tempat Hiburan
TH : Tarif Hiburan
JH : Jumlah Hari
TK : Tingkat Konsumsi
TPH : Tarif Pajak Hiburan
2.1.1.10.      Konstribusi
Kontribusi dapat diartikan sebagai sumbangan yang diberikan oleh pajak hiburan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Mahmudi (2012: 145) kontribusi adalah : Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pajak daerah memberikan sumbangan dalam penerimaan pendapatan asli daerah. Dalam mengetahui kontribusi dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga kontribusi yang dimaksud dapat diartikan sebagai sumbangan yang diberikan oleh pendapatan pajak hiburan terhadap besarnya pendapatan asli 12 daerah. Jika potensi penerimaan pajak hiburan semakin besar dan pemerintah daerah dapat mengoptimalkan sumber penerimaannya dengan meningkatkan target dan realisasi pajak hiburan yang berlandaskan potensi sesungguhnya, hal ini dapat meningkatkan total hasil dana perimbangan. Sehingga akan mengurangi ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar kontribusi pajak hiburan tersebut.
Perhitungan kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah menurut Abdul Halim (2004:163) digunakan rumus sebagai berikut:
Kontribusi =  x 100%  
Kontribusi =   x 100%
2.1.1.11.      Efektifitas
Efektivitas merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa jauh program atau kegiatan mencapai hasil dan manfaat yang diharapkan. Efektifitas merupakan hubungan antara realisasi penerimaan pajak hiburan terhadap target penerimaan pajak hiburan yang memungkinkan apakah besarnya pajak yang diterima sesuai dengan target yang ada. Menurut Noerdiawan (2014: 161) “efektivitas menunjukkan kesuksesan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan sebuah kegiatan/kebijakan di mana ukuran efektivitas merupakan refleksi output.” Menurut Mahmudi (2016: 141) untuk mengetahui tingkat efektivitas pajak hiburan dirumuskan rasio efektivitas yaitu sebagai berikut :
𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎�� 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ x100%
𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ
Analisis efektifitas digunakan untuk menghitung nilai efektifitas dari pajak hiburan di Tulungagung. Nilai efektifitas yang diperoleh dari perhitungan rumus tersebut dapat ditentukan tingkat efektifitasnya. Perhitungan rumus tersebut efektivitas akan menghasilkan nilai yang menunjukkan nilai dari efektifitas suatu hal yang dihitung dalam bentuk satuan persen (%). Nilai dalam bentuk persen tersebut kemudian dapat dicocokkan dengan tabel kriteria yang kemudian dapat ditentukan tingkat efektifitasnya. Nurlan mengkalsifikasian indikator tingkat efektifitas berdasarkan nilai perhitungan efektifitas tersebut (2006:49). Berikut ini merupakan tabel indikator untuk mengetahui seberapa tingkat efektifitas Pajak Hiburan yang disusun oleh Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM :
Nilai Perhitungan Efektifitas
Kriteria Efektifitas
Lebih dari 100%
Sangat Efektif
91%-100%
Efektif
81%-90%
Cukup Efektif
61%-80%
Kurang Efektif
Kurang dari 60%
Tidak Efektif
Sumber : Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM 1991
2.2.  Penelitian Terdahulu
Yuwono (2012) dengan penelitian mengenai Analisis Potensi dan Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (Studi Kasus Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi penerimaan pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah Kota Malang dan untuk mengetahui kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah Kota Malang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Terdapat persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama menganalisis besar potensi pajak daerah. Perbedaannya yaitu peneliti sebelumnya menganalisis juga dengan kontribusi pajak hiburan terhadap PAD, namun penelitian ini hanya menganalisis potensi pajaknya.
Waney (2015) dengan penelitian mengenai Evaluasi Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Manado. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah kota Manado. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Terdapat persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama menganalisis pengaruh pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah. Sedangkan perbedaannya adalah peneliti sebelumnya hanya mengevaluasi penerimaan pajak hiburan, tetapi peneliti menganalisis potensi dari pajak hiburan.


BAB III
METODE PEMBUATAN
3.1.  METODE PEMBUATAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode kualitatif. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivesme, digunakan untuk menelitih pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive, teknik pengumpulan data dengan gabungan, analisis data bersifat induktif atau kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2011:15). Dimana metode ini digunakan dalam menghitung kontribusi pada pajak hiburan yang terdapat daerah. Selain itu metode kontribusi dalam pajak hiburan ini digunakan untuk melihat tren kenaikan dalam pendapatan asli daerah (PAD).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang didapatkan oleh penulis melalui observasi dan wawancara di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan (DPPK) daerah dengan staf pajak. Menurut Sugiyono (2015: 224) terdapat 3 (tiga) cara yang digunakan dalam mengumpulkan data, yaitu:
1.    Metode Interview (Wawancara)
Metode wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
2.    Metode Kuisioner
Metode kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
3.    Metode Observasi
Metode Observasi digunakan bila peneliti berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.
3.2.  Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2015: 426) terdapat 2 (dua) cara yang digunakan untuk menganalisis data, yaitu:
a)    Analisis Kualitatif Merupakan analisa yang datanya yang diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam - macam (triangaanulasi), dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh.
b)    Analisis Kuantitatif Adalah analisis data yang digunakan sudah jelas, yaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian.

3.3.  Potensi Pajak Hiburan
Banyak masyarakat menjadikan tempat hiburan untuk mencari nafkah. Fakta ini ikut mempengaruhi pendapatan daerah karena tempat-tempat usaha tersebut merupakan obyek pajak dari pajak hiburan. Potensi pajak hiburan dapat dihitung dengan cara menghitung omset dari tempat hiburan dalam satu tahun dikalikan dengan tarif pajak hiburan yang berlaku. Hasil perhitungan potensi tersebut kemudian dapat disimpulkan seberapa besar potensi yang dimiliki khususnya potensi dari pendapatan pajak hiburan di daerah.
Perhitungan Potensi Pajak Hiburan tahun 2012 daerah Tulungagung
Jenis Hiburan
Total Omset
(Rp)
Tarif Pajak
Potensi Pajak Hiburan
(Rp)
Bioskop
847.202.400
10%
84.720.240
Karaoke
1.032.008.400
15%
154.801.260
Ketangkasan/ Essedentil
448.800.000
15%
67.320.000
Billiard
142.080.000
15%
21.312.000
Pertandingan Olahraga
183.960.000
10%
18.396.000
Jumlah Potensi Pajak Hiburan Tahun 2012
346.549.500
Gb.1 Perhitungan Potensi Pajak Hiburan tahun 2012

Jenis Hiburan
Total Omset
(Rp)
Tarif Pajak
Potensi Pajak Hiburan
(Rp)
Bioskop
1.029.530.315
10%
102.953.031
Karaoke
1.292.383.240
15%
193.857.486
Ketangkasan/ Essedentil
708.258.045
15%
106.238.706
Billiard
301.289.250
15%
45.193.287
Pertandingan Olahraga
263.116.090
10%
26.311.609
Jumlah Potensi Pajak Hiburan Tahun 2013
346.549.500
Gb.2 Perhitungan Potensi Pajak Hiburan tahun 2013

Jenis Hiburan
Total Omset
(Rp)
Tarif Pajak
Potensi Pajak Hiburan
(Rp)
Bioskop
1.106.227.400
10%
110.622.740
Karaoke
1.427.188.690
15%
214.078.303
Ketangkasan/ Essedentil
759.208.395
15%
113.881.259
Billiard
390.565.330
15%
58.584.799
Pertandingan Olahraga
296.391.315
10%
29.629.132
Jumlah Potensi Pajak Hiburan Tahun 2014
346.549.500
Gb.3 Perhitungan Potensi Pajak Hiburan tahun 2014

3.4.  Analisis Efektivitas Pajak Hiburan
Efektifitas merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Semakin tinggi persentase dari suatu hal maka semakin baik tingkat efektifitasnya. Efektifitas mengenai perpajakan termasuk pajak hiburan dapat diukur dengan rumus dan perhitungan sebagai berikut:
Perhitungan Pajak Hiburan daerah Tulungagung
Efektivitas = x 100%
(Sumber : Halim, 2004:168)
Tingkat efektivitas pajak hiburan tahun 2012 adalah :
Efektivitas = x 100% = 124,07 %
Tingkat efektivitas pajak hiburan tahun 2013 adalah :
Efektivitas = x 100% = 121,35 %
Tingkat efektivitas pajak hiburan tahun 2014 adalah :
Efektivitas = x 100% = 140 %
Tingkat efektivitas yang selalu berada diatas 100% ini menunjukkan bahwa pemungutan pajak hiburan di daerah dilakukan dengan baik sehingga selalu mampu melalui dari target yang telah ditetapkan.
Perhitungan Pajak Hiburan daerah Malang
Efektifitas PAD dihitung dengan membandingkan antara realisasi PAD dengan target yang dicanangkan. Tingkat efektivitas yang dicapai semakin mendekati persentase 100%, maka tingkat efektifitas semakin tinggi. Hal ini didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negri No. 690.900-327 tahun 1996, yang mengkategorikan tingkat efrektifitas kinerja keuangan dapat diukur dengan penilaian tersebut. Hasil efektifitas PAD Kota Malang selama 4 tahun terakhir dapat dilihat dalam tabel 17 berikut:
Efektifitas Pendapatan Asli Daerah Kota Malang tahun 2011-2014
Tahun
Target PAD (Rp)
Realisasi PAD (Rp)
Persentase
Keterangan
2011
162.332.588.459,55
185.820.893.982,76
114.47%
Sangat Efektif
2012
200.671.267.208,87
230.290.495.954,67
114.76%
Sangat Efektif
2013
298.417.399.028,87
297.166.300.917,69
99.58%
Efektif
2014
346.245.803.914,39
342.945.990.112,37
99.05%
Efektif
Rata-rata
106.96%
Sangat Efektif
Sumber: DISPENDA dan BPKAD Kota Malang (2014)
Perhitungan efektifitas Pendapatan Asli Daerah di Kota Malang tahun 2011-2014 sebagai berikut:
Efektifitas = Realisasi PAD x 100%
   Target PAD
Secara keseluruhan berdasarkan tabel dan penjelasan yang dijabarkan diatas dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat pencapaian efektifitas PAD di Kota Malang selama 4 (empat) tahun yaitu tahun 2011 hingga tahun 2014 adalah sebesar 106.96% .
Tingkat efektifitas pajak hiburan dihitung dengan membandingkan antara target awal dan yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang dengan realisasi yang didapat setiap tahunnya. Semakin tingkat efektifitas pajak hiburan yang dicapai menghasilkan presentase mendekati atau melebihi 100%, maka tingkat efektifitas semakin baik. Hal ini didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negri No. 690.900-327 tahun 1996, yang mengkategorikan tingkat efrektifitas kinerja keuangan dapat diukur dengan penilaian tersebut. Tingkat efektifitas pajak hiburan di Kota Malang mulai tahun 2011-2014 dihitung berdasarkan perhitungan sebagai berikut:
Efektifitas = Realisasi Pajak Hiburan x 100%
Target Pajak Hiburan
Hasil perhitungannya bisa dilihat dalam tabel berikut ini :
Efektifitas Pajak Hiburan di Kota Malang tahun 2011-2014
Tahun
Target Pajak Hiburan (Rp)
Realisasi Pajak Hiburan (Rp)
Persentase
Keterangan
2011
1.897.988.600,00
2.343.425.910,80
123.47%
Sangat Efektif
2012
1.972.989.350,00
3.134.172.824,60
158.85%
Sangat Efektif
2013
3.451.736.261,10
2.722.085.100,00
78.86%
Kurang Efektif
2014
4.542.595.922,35
4.959.582.141,73
109,18%
Sangat Efektif
Rata-rata
117.59%
Sangat Efektif
Sumber: DISPENDA Kota Malang (data diolah),2014
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tingkat pencapaian efektifitas pajak hiburan di Kota Malang selama 4 (empat) tahun yaitu tahun 2011 hingga tahun 2014 adalah sebesar 117.59%. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah Kota Malang mampu melaksanakan pemungutan pajak hiburan dengan sangat efektif.

3.5.  Analisis Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Pajak Daerah
Perhitungan Pajak Hiburan daerah Tulungagung
Kontribusi dapat diartikan sebgai suatu sumbangan yang diberikan suatu pihak dan diberikan keapada pihak lainya untuk dimanfaatkan. Kontribusi dari pajak hiburan merupakan hasil dari pemungutan pajak hiburan yang kemudian akan dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah dari sektor pajak.
Tahun
Realisasi Pajak Hiburan
(Rp)
Realisasi Pendapatan Pajak Daerah
(Rp)
Kategori
2012
335.000.000
22.083.000.000
Sangat Kurang
2013
449.000.000
25.539.000.000
Sangat Kurang
2014
518.000.000
29.773.000.000
Sangat Kurang

Tahun 2012 kontribusi hanya mencapai 1,51% yang termasuk ke dalam kategori sangat kurang. Pada tahun 2013 kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah mampu meningkat sebesar 0,24% menjadi 1,75%. Kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah turun lagi pada tahun 2014 menjadi 1,73% atau turun sebesar 0,02%.
Perhitungan Pajak Hiburan daerah Malang
Pajak hiburan merupakan salah satu jenis pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Kota Malang. Cara untuk menghitung tingkat kontribusi pajak hiburan terhadap penerimaan pajak daerah yaitu dengan membandingkan antara realisasi pajak hiburan dengan realisasi pajak daerah. Berikut tabel yang menunjukkan besarnya kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah Kota Malang.
Kontribusi Penerimaan Pajak Hiburan terhadap Pajak Daerah Kota Malang tahun 2011-2014

Tahun
Realisasi Pajak Hiburan (Rp)
Pertumbuhan (Rp)
Persentase
Pertumbuhan
2011
2.343.425.910,80
-
-
2012
3.134.172.824,60
790.746.913,80
33,74%
2013
2.722.085.100,00
-412.087.724,60
-13,15%
2014
4.959.582.141,73
2.237.497.041,73
82,20%
Rata-rata
3.289.816.494,28
872.052.076,98
34,26%

Hasil persentase kontribusi tersebut berasal dari perhitungan dibawah ini:
Kontribusi = X x 100%
        Y
Keterangan :
X :Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan tahun ke – n
Y ; Realisasi Penerimaan Pajak Daerah tahun ke - n
Berdasarkan perhitungan kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap pajak daerah diatas, maka kesimpulannya mulai tahun 2011 hingga tahun 2014 pajak hiburan memberikan kontribusi sebesar 1.75% dari penerimaan pajak daerah. Rata-rata kontribusi dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir menunjukkan bahwa persentasenya tergolong pada kriteria 0-10% atau sangat kurang.
Salah satu komponen PAD adalah pajak daerah. Diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan PAD melalui salah satu komponennya yaitu pajak daerah. Satu dari beberapa upaya yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang adalah melalui peningkatan penerimaan pajak hiburan. Pajak hiburan merupakan salah satu komponen pajak daerah. Berikut adalah tabel yang menunjukkan besarnya kontribusi pajak hiburan dalam meningkatkan penerimaan PAD Kota Malang:
Kontribusi Penerimaan Pajak Hiburan terhadap Pajak Daerah Kota Malang tahun 2011-2014
Tahun
Realisasi Pajak Hiburan (Rp)
Realisasi PAD (Rp)
Kontribusi
2011
2.343.425.910,80
185.820.893.982,76
1.26%
2012
3.134.172.824,60
230.290.495.954,67
1.36%
2013
2.722.085.100,00
297.166.300.917,69
0.92%
2014
4.959.582.141,73
342.945.990.112,37
1.45%
Rata-rata
1,25%
Sumber: DISPENDA dan BPKAD Kota Malang (2014)
Hasil persentase kontribusi tersebut berasal dari perbandingan realisasi pajak hiburan dengan PAD seperti dibawah ini:
Kontribusi = X x 100%
       Z
Keterangan :
X :Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan tahun ke – n
Z :Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah tahun ke – n
3.6.  Pembahasan
Tulungagung
Jumlah potensi pajak hiburan di daerah selalu mengalami kenaikan pada tahun 2012-2014. Tahun 2013 jumlah potensi pajak hiburan naik sebesar Rp. 128.004.619 atau sebesar 36% disbanding tahun 2012. Jumlah tersebut ternyata kembali mengalami peningkatan pada tahun 2014 sebesar Rp.52.242.104 atau sebesar 11% dari tahun 2013. Efektivitas pajak hiburan pada tahun 2013 turun sebesar 2,72% menjadi 121,35 dibanding tahun 2012. Jumlah tersebut meningkat menjadi 140% atau meningkat sebesar 18,65%. Pada kolom penggalian pajak di tahun 2012 penggalian pajak hiburan mencapai 96,67% dan turun sebesar 2,06% di tahun 2013 menjadi 94,61%. Tahun 2014 penggalian potensi hampir mencapai angka 100% yaitu 98,33%. Jumlah tersebut naik sebesar 3,72% jika dibandingkan tahun 2013.
Tingkat kontribusi pajak hiburan terhadap pendapatan pajak daerah selalu berada dibawah 2% dan cenderung tidak stabil atau fluktuatif. Tahun 2012 kontribusi hanya mencapai 1,51% yang termasuk ke dalam kategori sangat kurang. Pada tahun 2013 kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah mampu meningkat sebesar 0,24% menjadi 1,75%. Kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah turun lagi pada tahun 2014 menjadi 1,73% atau turun sebesar 0,02%
. Petugas dispenda yang bertanggung jawab dalam pemungutan dan pengawasan pajak hiburan kurang memberikan pemberitahuan atau sosialisasi yang dilakukan terhadap para penyelenggara tempat hiburan, sehingga para penyelenggara tempat hiburan baru yang sebenarnya sudah bisa dikukuhkan sebagai wajib pajak justru terlambat melakukannya. Kurangnya ketegasan yang dilakukan Dispenda dalam menerapkan sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak juga menjadi salah satu faktor penyebab kurang maksimalnya penggalian potensi pajak hiburan di daerah Tulungagung
Malang
Pertama, kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap pajak daerah dalam kurun waktu 4 (empat) tahun mulai dari 2011 hingga tahun 2014 berturut-turut adalah 1,87%, 1,97%, 1,25%, dan 1,91%. Rata-rata kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap pajak daerah Kota Malang sebesar 1,75%. Besarnya persentase kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap pajak daerah Kota Malang tahun 2011 hingga tahun 2014 tergolong pada kriteria sangat kurang. Kedua, kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) mulai tahun 2011 hingga tahun 2014 berturut-turut adalah 1,26%, 1,36%, 0,92%, dan 1,45%. Rata-rata kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang sebesar 1,25%. Besarnya persentase kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap pajak daerah Kota Malang tahun 2011 hingga tahun 2014 tergolong pada kriteria sangat kurang untuk setiap tahunnya. Hasil tersebut menggambarkan bahwa pemerintah Kota Malang belum mengoptimalkan potensi yang dimiliki pajak hiburan sebagai salah satu penyumbang penerimaan PAD pada tahun 2011 hingga tahun 2014.
Tingkat efektifitas penerimaan pajak hiburan dalam kurun waktu 4 (empat) tahun mulai dari 2011 hingga tahun 2014 berturut-turut adalah 123,47%, 158,85%, 78,86%, dan 109,18%. Rata-rata tingkat efektifitas penerimaan pajak hiburan Kota Malang sebesar 117.59%. Tingkat efektifitas tersebut membuktikan bahwa selama periode tahun 2011 hingga tahun 2014 pemerintah Kota Malang telah melakukan pemungutan pajak hiburan dengan sangat efektif. Hal ini sejalan dengan tingkat efektifitas penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2011 hingga tahun 2014 berturut-turut sebesar 114,47%, 114,76%, 99,58%, dan 99,05%. Rata-rata tingkat efektifitas penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang sebesar 106,96%. Tingkat efektifitas tersebut membuktikan bahwa selama periode tahun 2011 hingga tahun 2014 pemerintah Kota Malang telah mampu melaksanakan kinerja keuangan daerah pada sektor PAD dengan sangat efektif.





BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.  Kesimpulan
Tulungagung
Penelitian ini membahas mengenai potensi pajak hiburan di daerah serta kontribusinya terhadap pendapatan pajak daerah tahun 2012-2014. Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1.    Hasil perhitungan potensi pajak hiburan pada tahun 2012-2014 dengan rincian pada tahun 2012 potensi pajak hiburan sebesar Rp.346.549.500 dan sebesar Rp.474.554.119 pada tahun 2013. Tahun 2014 potensi pajak hiburan di daerah menunjukkan peningkatan menjadi Rp.526.796.233.
2.    Hasil perhitungan efektivitas pajak hiburan pada tahun 2012-2014. Perhitungan efektivitas menunjukkan bahwa tingkat efektivitas selalu menunjukkan indikator sangat efektif. Tahun 2012 tingkat efektivitas pajak hiburan sebesar 124,07 % dan berkurang menjadi 121,35 % pada tahun 2013. Jumlah tersebut naik menjadi 140% pada tahun 2014.
3.    Hasil kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah selama tahun 2012-2014. Tahun 2012 kontribusinya sebesar 1,51% dan sebesar 1,75% pada tahun berikutnya yakni tahun 2013. Tahun 2014 jumlah kontribusi pajak hiburan berkurang menjadi 1,73%. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa kontribusi pajak hiburan terhadap pajak daerah selama tahun 2012-2014 selalu berada di kategori sangat rendah.
Malang
Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Pendapatan Daerah melakukan beberapa upaya intensifikasi pajak dan ekstensifikasi wajib pajak, namun upaya tersebut belum maksimal. Hal ini ditandai dengan adanya butir-butir dalam SE-06/PJ.9/2001 yang tidak dijalankan. Butir-butir tersebut adalah kerjasama dengan pihak terkait dan penentuan prioritas pelaksanaan ekstensifikasi Wajib Pajak.


4.2.  Saran
Berdasarkan dari kesimpulan penelitian, maka peneliti memberikan saran-saran kepada pihak-pihak yang terkait maupun kepada peneliti selanjutnya adalah sebagai berikut:
a) Dispenda daerah sebaiknya melakukan sosialisasi dan upaya-upaya terhadap para pengelola atau penyelenggara tempat hiburan, khususnya kepada para penyelenggara tempat hiburan baru agar secepatnya mengukuhkan diri sebagai wajib pajak dari pajak hiburan dan melakukan pembayaran pajak hiburan.
b) Dispenda daerah sebaiknya mampu memberikan sanksi tegas terhadap segala macam bentuk pelanggaran maupun kecurangan yang dilakukan oleh wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak hiburan untuk memberikan efek jera dan meminimalisir pelanggaran-pelanggaran yang terjadi saat pembayaran pajak hiburan.
c) Saran untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian semacam ini disarankan untuk menambah jangka waktu dari objek penelitian. Misalnya menambahkan tahun penelitian dari yang hanya 3 tahun dari tahun 2012-2014 menjadi 5 tahun.



DAFTAR PUSTAKA

 

Hardiyanti, V. (n.d.). ANALISIS PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURABAYA. 1-23.
Husna, A. A., & Fitri, E. N. (2018). Analisis Kontribusi Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang Selatan.
Jannah, M. (2016). PROSEDUR ADMINISTRASI PAJAK HIBURAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH PADA DINAS PENDAPATAN KOTA SAMARINDA. eJournal Administrasi Bisnis, 631-641.
Pangemanan, S., & Watuseke, C. (2016). ANALISIS POTENSI PAJAK HIBURAN DI KOTA MANADO. Jurnal EMBA, 524-535.
Firmansyah, A., Kumadji, S., & Husaini, A. (2016). ANALISIS POTENSI PENDAPATAN PAJAK HIBURAN DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENDAPATAN PAJAK DAERAH. Jurnal Perpajakan (JEJAK), 1-6.
Ofasari, SE.,M.Si, D. (2017). ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK HIBURAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA KABUPATEN MUSI BANYUASIN. Jurnal ACSY Politeknik Sekayu, 54-64.
SUPRIADI, D. R., DWIATMANTO, & KARJO, S. (2015). KONTRIBUSI PAJAK HIBURAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI KOTA MALANG. Jurnal Perpajakan (JEJAK), 1-9.
Mahmudi. 2016. Analisis Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah. UPP STIM YKPN
Rochmat, Soemitro. 2014. Asas dan Dasar Perpajakan. Refika Aditama
Undang-undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta:Salemba Empat
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Diunduh 16 Mei 2013
Siahaan, M. P. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Priantara, Diaz. (2012). “ Perpajakan Indonesia”, Edisi Dua, Mitra Wacana Media, Jakarta.
Romanda, Candra. (2015). “Kontribusi Dan Efekktifitas Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten BanyuAsin Propinsi Sumatra Selatan”, Sumatra Selatan.